Monday, July 12, 2004

Bahasa: yang Tetap Menarik

"Ojo, mbak. Ojo. Itu cuma missunderstood saja." 
 
Aku tersenyum sendiri mendengar kata-kata seorang teman di hadapanku. Dia sedang berbincang di telpon genggam. Kuperhatikan sekeliling, banyak jajaran bangku kosong di gerbong ini dan tidak ada yang terusik dengan pembicaraan tersebut.

"Nee, moet je jangan gitu."

Nah, lain lagi gabungan kata-katanya. Belanda, Indonesia.
Kualihkan perhatian ke koran hari itu. Sekedar mengalihkan tatapan. Semakin kucoba mencari kesibukan, tidak untuk mengikuti obrolannya, semakin aku ingin tersenyum.

"Nee, tiap orang punya eigen leven, mbak. Mbok ya, ojo ngono toh. Be yourself"

Yep. Sudahlah. Kulipat koran. Kualihkan pandangan ke luar jendela. Musim panas setidaknya belum menggelapkan pemandangan di luar, walaupun jam telah lewat dari angka 8 malam.


Ketika kata tertata menjadi sebuah kalimat, setidaknya kita bisa lebih mengerti akan apa yang ingin disampaikan. Dan ketika sebuah dialog beralih dari satu bahasa ke yang lainnya, adalah perlu sebuah pembelajaran untuk bisa saling mengerti dan memahami.

Hingga kini, aku masih terus tertarik dengan berbagai bahasa yang ada. Kadang satu bahasa terasa lebih mewakili akan apa yang ingin kita sampaikan. Bahkan untuk mengungkapkan ini pun, aku merasa lebih pas jika diwakili oleh bahasa lain, terasa lebih mengena: 

"I'm fascinated with languages."


nb:
moet je/je moet = kamu harus; eigen leven = hidup masing-masing

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Sebuah Dialog Diam

Kereta bergerak menyusuri alur, mendendangkan irama perjalanan. Gelap di luar memperjelas pantulan wajah di kaca. Ada aku dan dia, sang b...